Proses Diagnostik Pengembangan Organisasi

Suweklopedia : Diagnosis Organisasi - Model 6 Kotak Weisbord

Diagnosis Organisasi diartikan sebagai suatu proses sistematis untuk memahami dan menjelaskan kondisi aktual suatu organisasi, termasuk permasalahan yang dihadapinya, kekuatan dan kelemahannya, tantangan yang dihadapinya, interaksi dengan lingkungannya, dan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap keberhasilan organisasi. Diawali dengan mempelajari symptom (gejala) yang dilihat atau dirasakan oleh anggota organisasi, Diagnosis Organisasi selanjutnya memeriksa berbagai elemen dan interaksi didalam organisasi, seperti struktur organisasi, sistem administrasi, prosedur kerja, sumberdaya, interaksi anggota, kepemimpinan, budaya organisasi dan berbagai aspek lainnya.

Tahapan dalam proses diagnosis meliputi (1) Identifikasi wilayah permasalahan tentative yakni dengan meninjau kondisi yang terjadi pada lingkup masyarakat  tersebut yang akan di jadikan topik diagnosis yang akan dilakukan, (2) Pengumpulan data yakni identifikasi wilayah permasalahan yang telah dilakukan seblumnya, meskipun sifatnya masih sementara. Dikatakan bahwa sifat permasalahan itu masih sementara karena bentuk sebenarnya dari permasalahan tersebut hanya akan diketahui setelah data yang dikumpulkan dikategorikan sedemikian rupa hingga berbagai persyaratan seperti kemutakhiran, keakuratan, kelengkapan dan kehandalan benar-benar terpenuhi. Bahkan dalam kaitan ini harus ditekankan bahwa menurut teori system informasi manajemen, data hanyalah merupakan bahan baku dalam membantu proes pengambilan keputusan, (3) Analisa data yakni menganalisis data sedemikian rupa sehingga berubah bentuknya menjadi informasi yang mutakhir, relevan, akurat dan lengkap. Ciri-ciri informasi yang demikian sangat penting dimiliki karena hanya dengan cirri-ciri itulah informasi ersebut benar-benar dapat digunakan dalam mengidentifikasikan hakikat permasalahan yang dihadapi., (4) Umpan balik yakni memperoleh kesepakatan dan kesatuan bahasa tentang hakikat masalah yang dihadapi oleh organisasi klien tersebut, (5) Identifikasi Wilayah Permasalahan yakni konsultan dan klien tidak tercapai kesepakatan bulat tentang wilayah permasalahan yang dihadapi oleh organisasi klien. Dalam hal demikian sangat mungkin yang diperlukan ialah informasi tambahan yang pengumpulan dan analisisnya merupakan tugas konsultan untuk kemudian dipresentasikan kepada klien, (6) Motivasi klien menyelesaikan masalah yakni adanya perubahan jika tidak ada perubahan maka tidak ada gunanya bagi konsultan untuk memaksakan perubahan yang menurut pandangannya penting dan perlu dilakukan, akan tetapi tidak didukung oleh kesiapan selain untuk melakukannya, dan (7) Diagnosis cari penyebab masalah tentukan perubahan yakni diagnose yang dilakukan harus memperkuat pandangan tentang perlunya perubahan diwujudkan dan berbagai manfaat yang akan diperoleh apabila perubahan itu diwujudkan.

untuk model-model diagnostic yaitu Model Analitikal adalah Model yang dikembangkan unuk mempelajari dan memahami permasalahan antar satuan kerja dengan melakukan secara teliti identifikasi wilayah permasalahan dalam organisasi yang bersangkutan. Sebagian besar organisasi bahkan semua organisasi yang besar terdiri dari satuan-satuan kerja dengan nomenklatur apapun berbagai satuan kerja itu dikenal, seperti departemen, divisi, biro, bagian dan lain sebagainya, Model kecenderungan perilaku kelompok adalah Model ini meletakkan dasar konseptual untuk menganalisis perilaku dalam kelompok kerja. Menurut model ini pola perilaku yang kompleks yang terdiri dari aktivitas, interaksi, perasaan dan norma-norma berkembang dari serangkaian perilaku dan hubungan yang diperlukan demi berfungsinya kelompok yang bersangkutan, Model konsultasi manajemen adalah model yang menganalisis 6 faktor dalam suatu organisasi yang terdiri atasPerencanaan dasar, Praktek – praktek bisnis, Keuangan, Iklan dan promosi, Riset pemasaran, Sumber daya manusia, Model sosioteknikal adalah model yang digunakan untuk menganalisis suatu organisasi sebagai suatu system sosioteknikal yang berinteraksi dengan lingkungan. Trist bersama rekan-rekannya berpendapat bahwa dalam setiap organisasi terdapat suatu sisem social yang terdiridari jaringan hubungan yang sifatnya interpersonal sekaligus adanya suatu system teknologikal yang terdiri dari tugas, kegiatan dan sarana serta prasarana yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan dan Model analisa bidang
kesehatan didasarkan pada pendapat bahwa dalam setiap organisasi selalu ada kekuatan yang menghalangi suatu perubahan. Berbagai kekuatan dalam organisasi yang mengarah pada terjaminnya pemeliharaan stabilitas organisasi dikenal dengan istilah kekuatan penghalang. Sebaliknya kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan dikenal dengan kekuatan pendorong. Jika kekuatan penghalang dan kekuatan pendorong sama keampuhannya, dapat dikaakan bahwa organisasi berada pada kondisi keseimbangan dan organisasi berada pada kondisi stabil.

Adapun proses pengumpulan data yaitu (1) Definisi Sasaran, (2) Faktor-faktor seleksi, (3) Seleksi model pengumpulan data, (4) Tipe-tipe defenisi lain, (5) Observasi langsung, (6) Wawancara, dan (7) Pelaksanaan pengumpulan data.

MANAJEMEN PERUBAHAN ORGANISASIONAL

Manajemen Perubahan: Pengertian, Tujuan, Komponen, dan Tingkatannya

Manajemen perubahan sebagai upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena adanya perubahan dalam organisasi. Pemahaman menajemen perubahan di implementasikan tidak lepas dari pengaruh global yang selalu berubah, kenyataan yang ada membuktikan bahwa organisasi apapun bentuknya selalu mengalami perubahan juga, termasuk di dalamnya organisasi yang bergerak di bidang pendidikan.

manajemen perubahan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu: (1) perspektif organisasional; dan (2) perspektif individual. Manajemen perubahan ditinjau dari perspektif organisasional lebih ditekankan pada kepentingan pimpinan manajer dalam membawa perubahan di masa mendatang. Pimpinan memfokuskan pada: (1) perluasan perubahan, keterampilan bagaimana memahami organisasi, dan berusaha untuk menerima dan mendukung perubahan, (2) pelibatan baik anggota tim maupun pimpinan untuk mendukung perubahan, (3) penyiapan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengimplementasikan perubahan di dalam organisasi.

Manajemen perubahan ditinjau dari perspektif individual lebih merujuk pada pihak-pihak yang harus melaksanakan perubahan. Fokusnya dialamatkan pada alat dan teknik untuk membantu pegawai dalam melewati 5 proses perubahan organisasional, pelatihan untuk membantu para pegawai/individual dalam memahami peranan dan keputusan proses perubahan, dan penyiapan alat untuk pedoman pegawai dalam melaksanakan perubahan. Kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara baik oleh para agen perubahan organisasional dalam menjalankan tugas yang telah dibebankan pada dirinya. Baik fokus maupun pengetahuan yang didasarkan pada kerangka perspektif manajemen perubahan hendaknya dikuasai secara komprehensif dan sinergi. Kualitas pemahaman tersebut dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dirinya dalam menyukseskan perubahan yang diinginkan.

Manajemen perubahan memiliki ruang lingkup perubahan, yaitu:

  1. Change management process (proses manajemen perubahan)
  2. Readiness assessment
  3. Communication and communication planning
  4. Coaching and manager training for change management
  5. Training and employee training development
  6. Sponsor activities and sponsor roadmaps
  7. resistance management
  8. Data collection, feedback analysis and corrective action
  9. Celebrating and recognizing success

ORGANISASI PEMBELAJAR

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Dalam suatu organisasi, kegiatan belajar terbagi menjadi kognitif dan pembelajaran perilaku. Proses pembelajaran kognitif terwujud atas kebutuhan terhadap perubahan di bawah kondisi tertentu, sedangkan pembelajaran perilaku muncul ketika proyek kognitif organisasi benar-benar berubah (aplikasi pembelajaran kognitif). Dengan lebih memperluas konsep pembelajaran, kita dapat mengatakan bahwa pembelajaran organisasi melibatkan bentuk perilaku yang diproduksi di dalam seluruh organisasi, dan dorongan menuju perubahan besar dalam organisasi.

Untuk mewujudkan suatu organisasi dengan anggota yang pembelajar dan mau belajar membutuhkan pengetahuan. Dalam hal ini, pengetahuan sebagai komponen penting bagi organisasi. Pengetahuan adalah sumber daya tingkat tinggi dan pekerja penetahuan itu mahal. Penempatan mereka merupakankunci produktivitas. Aturan pertama adalah kesempatan harus diisi dengan orangorang yang dapat memanfaatkannya dan mengubahnya menjadi hasil.  Stephen Covey berpendapat bahwa ada tujuh pergeseran seismik yang menjadi ciri era pekerja pengetahuan yakni Globalisasi pasar dan teknologi, Munculnya keterhubungan universal, Demoktratisasi informasi/harapan, Peningkatan kompetisi secara eksponensial, Pergeseran penciptaan kekayaan dari modal keuangan ke modal intelektual dan sosial, Tenaga kerja bebas dan Perubahan terus-menerus.

Untuk menghasilkan suatu pembelajaran yang maksimal memerlukan teori belajar meliputi (1) Social/Observational Learning Theory menekankan bahwa orang yang belajar dengan mengamati orang lain (model) yang mereka yakini kredibel/bisa dipercaya dan berpengetahuan. Teori ini juga mengakui bahwa perilaku yang dikuatkan atau dihargai cenderung di ulang. (2) action learning adalah proses maupun program yang andal yang melibatkan sekelompok kecil orang dalam, memecahkan masalah-masalah nyata dan pada saat yang sama berfokus pada apa yang sedang mereka pelajari dan bagaimana pembelajaran mereka memberikan manfaat kepada setiap anggota kelompok dan organisasi secara keseluruhan. (3) Transformative Learning (pembelajaran transformatif) merupakan proses belajar yang mendalam, konstruktif, dan bermakna yang lebih dari sekedar memperoleh pengetahuan dan mendukung cara-cara kritis dimana pembelajar secara sadar memaknai hidupnya.

Organisasi pembelajar merupakan perusahaan/organisasi yang memiliki kapasitas besar untuk menyimpulkan, menyimpan, dan mentransfer pengetahuan dan dengan demikian mentransformasikan dirinya untuk kesuksesan korporat. Menurut Peter Senge, organisasi dibangun atas lima disiplin, yaitu: system thinking, personal mastery, shared vision, mental model, dan team learning.

MANAJEMEN PERUBAHAN STRATEGIS

Apa yang dimaksud dengan strategi didalam sebuah perusahaan? - Manajemen -  Dictio Community
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-strategi-didalam-sebuah-perusahaan/14198

Manajemen perubahan strategis merupakan suatu penataan dalam melakukan perubahan sebagai bentuk upaya untuk melakukan penataan antara strategi organisasi, struktur, dan sistem manajemen sumber daya manusia, serta keselarasan antara semua 9 unsur tersebut dengan lingkungan. Perubahan strategis merupakan fungsi seberapa baik organisasi mengelola penataan tersebut. Perubahan strategis merupakan fungsi seberapa baik organisasi mengelola penataan tersebut. Anisasi tersusun atas sistem teknis, politik, dan cultural.  tiga alat manajerial dasar yaitu strategi organisasi, struktur organisasi dan manajemen sumber daya manusia mungkin digunakan dalam menata ketiga sistem tersebut dengan lingkungan. Oganisasi mengalami ketidakpastian dan perubahan lingkungan secara terus menerus. Turbulensi ini kerap kali menimbulkan struktur dan strategi yang ada menjadi using sehingga menuntut perubahan strategis besar. Misalnya, industri perbankan, sudah lama dipandang sebagai industri yang stabil dan tidak berubah, telah mengalami perubahan perubahan yang monumental karena deregulasi, perbankan internasional, dan globalisasi.

Tichy (Brown & Harvey, 2006 : 443) mendeskripsikan tiga sistem organisasi sebagai berikut.

  1. Sistem teknis di rancang untuk memecahkan masalah produksi organisasi. Sistem ini meliputi misi, strategi, dan struktur organisasi yang diperlukan agar menjadi efektif.
  2. Sistem politik memecahkan masalah alokasi yaitu bagaimana mendistribusikan sumber daya dan kekuasaan, yang meliputi sistem imbalan, suksesi karir, anggaran, dan struktur kekuasaan.
  3. Sistem cultural dirancang untuk memecahkan masalah nilai/kepercayaan seperti nilai apa yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi tujuan apa yang harus dikejar dan lain-lain

Selain itu, pendekatan Tichy (dalam Brown & Harvey, 2006:443) terhadap perubahan strategis menyarankan beberapa langkah yang meliputi :

  • Mengembangkan gambaran organisasi yang dikehendaki dengan sistem teknis, politik, dan cultural yang terpadu.

Organisasi sebagai sistem yang saling mempengaruhi satu sama lain perlu memiliki sebuah strategi dalam melakukan perubaahan strategis. Untuk itu, . Pada tahap formulasi strategi, organisasi harus mendeteksi dan mengevaluasi konteks organisasi, lingkungan eksternal, dan internal organisasi. Selain itu, pimpinan juga harus mendesain dan memilih strategi yang sesuai dengan lingkungan baik eksternal maupun internal. Adapun beberapa komponen utama proses manajemen strategis terkait dengan formulasi strategi meliputi Visi, Misi, Nilai dan Sasaran.

  • Memisahkan ketiga sistem dan melakukan intervensi pada masing masing sistem tersebut.

Berdasarkan pendapat Tichy (Brown & Harvey, 2006 : 443) menyebutkan tiga sistem organisasi meliputi sistem teknis, sistem politik dan sistem cultural yang saling berkaitan dan membentuk sistem organisasi. Manajemen perubahan strategis melibatkan penataan sistem sistem tersebut untuk menjawab tekanan lingkungan. Dalam konteks ini,organisasi perlu melakukan peninjauan terhadap sistem mana yang harus diubah, apakah sistem teknis, politik,atau cultural. dengan demikian, intervensi yang diperkenalkan akan menjadi efektif. Jika strategi organisasi yang perlu diubah, organisasi harus memperhatikan karakteristik strategi yang efektif.

  • Rencanakan untuk menghubungkan ketiga sistem tersebut

Setelah intervensi rencana strategis dilakukan, maka selanjutnya adalah memadukan ketiga sistem tersebut untuk menjadi utuh sehingga memiliki pengaruh terhadap kegiatan pengembangan strategis. Rencana pemaduan tersebut akan menjadi penentu dalam mencapai visi dan misi pada organisasi.

KOMPETENSI PRAKTISI PENGEMBANGAN ORGANISASI

Pengembangan organisasi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi. Adapun untuk mengembangkan organisasi tersebut membutuhkan peran praktisi sebagai respons terhadap tuntutan yang sangat komprtitif yang menghadap organisasi modern. Menurut Cummings & Worley menggolongkan praktisi pengembangan organisasi menjadi 3 kelompok manusia meliputi Orang-orang yang mengambil spesialisasi dalam pengembangan organisasi sebagai profesi, Orang-orang yang menspesialisasikan dirinya pada bidang yang terkait dengan perkembangan organisasi, seperti sistem imbalan, desain organisasi, mutu terpadu, teknologi informasi dan strategi bisnis sebagai profesi serta Manajer dan administrator.

Pengembangan model kompetensi melibatkan penelitian kompetensi oleh pemegang pekerjaan yang berhasil atau istimewa dan membawa kepada pencapaian tujuan kinerja. Pendekatan yang paling umum digunakan untuk keperluan sebagai berikut yaitu Mengembangkan daftar kompetensi personal dari daftar kompetensi yang berasal dari sumber swasta atau pemerintah dan melalui kelompok fokus, survei atau wawancara untuk menentukan yang mana yang berlaku.

kompetensi dalam pengembangan organisasi diartikan sebagai siapa seharusnya praktisi, apa yang perlu diketahui oleh praktisi pengemabngan organisasi dan kecakapan apa yang harus dimiliki. Dengan demikian model kompetensi pengemabngan organisasi sebagai deskripsi terperinci mengenai pelaku ideal memiliki banyak aplikasi praktis.

kompetensi utama yang harus dimiliki oleh praktisi pengembangan organisasi dikemukakan oleh Rothwell dan Sullivan (2005) meliputi penguasaan diri, kemampuan mengukur perubahan positif, mengklarifikasi kebutuhan data, memfasilitasi transisi dan adopsi, memasukkan teori dan praktis, tetap mengikuti perkembangan teknologi, mengklarifikasi peran serta nyaman dengan ambigutas atau bekerja secara profesional. Dalam hal ini, seorang praktisi pengembangan organisasi perlu bekerja secara profesional dalam menjalankan tugas dan perannya.

Perubahan dan Pengembangan Organisasional

Bennis (1969) mengemukakan bahwa Pengembangan Keorganisasian berkaitan dengan suatu strategi euksional yang kompleks, yang bertujuan untuk mengubah keyakinan, sikap, nilai-nilai, dan struktur organisasi demikian rupa, sehingga dapat menyesuaikan diri lebih baik terhadap teknologi-teknologi baru, pasar-pasar, serta tantangan dan kecepatan yang memusingkan dari perubahan itu sendiri. Sejalan dengan pendapat tersebut rupanya Warner (1987) dan Cummings (1989) juga menyebutkan Pengembangan Organisasi merupakan penerapan pengetahuan ilmu tentang perilaku (Behavioral Sciene Knowledge) dalam suatu upaya jangka panjang, untuk memperbaiki kemampuan sebuah organisasi dalam rangka menghadapi perubahan dalam lingkungan eksternal, dan untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan pemecahan masalah-masalah internal. Pada intinya Pengembangan Keorganisasian diperlukan dalam suatu organisasi agar dapat membuat perencanaan dan strategi terhadap keorganisasiannya sehingga dapat memperbaiki keefektifan suatu organisasi.

Porras dan Robertson (1992:719) merupakan dua orang yang mendefinisikan perubahan juga program-program efektif yang dilakukan untuk mencapai perubahan yang diinginkan, meliputi :

  1. Para anggota organisasi yang bersangkutan harus merupakan sumber inti kinerja bagi perubahan tersebut danbukan pihak eksternal tersebut.
  2. Para anggota inti harus memahami tentang masalah yang dihadapi serta harus tertarik akan hasil positif yang kemungkinan akan dicapai serta harus memiliki nalar yang tinggi akan kemungkinan ide potensial yang bermunculan.
  3. Harus ada terobosan baru untuk mengubah norma-norma yang dinilai membuat kemunduran atau sikap pemborosan terhadap waktu, energi, biaya, segala hal dilakukan dengan efektif.

Dalam suatu perubahan dalam organisasi terdapat beberapa variabel yang dapat dijadikan sebagai fokus untuk melakukan suatu perubahan, meliputi :

  1. Variabel manusia, sebagaimana yang dimaksud adalah anggota yang bersangkutan dalam organisasi terlepas dari sikap masing-masing individu tersebut, motif, kepentingan-kepentingan pribadi, atribut masing-masing individu serta sikap mereka secara personal.
  2. Variabel kultur, terkait dengan norma-norma yang diciptakan secara sadar maupun tidak sadar sebagai ekspektasi-ekspektasi serta pengembangan sikap masing-masing individu yang disetujui bersama.
  3. Variabel tugas sebagai misi yang disusun dari beberapa variabel inti seperti latar belakang masalah yang dihadapi,tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
  4. Variabel teknologi merupakan pengembangan dari semua variabel yang sifatnya dinamis semua variable diatas merupakan sifatnya dinamis dan cenderung mengalami perubahan dengan begitu cepat.
  5. Variabel strategi merupkan rangkaian tujuan dan metode yang disusun secara sistematis untuk melakukan tindakan yang paling efektif tepat sasaran dengan tujuan yang ingin dicapai.
  6. Variable desain sebagai konsep ataupun struktur organisasi secara formal yang meliputi sistem kerjanya (komunikasi, wewenang, dan tanggungjawab).

Sebuah diagnosis yang akurat tentang masalah-masalah keorganisasian mutlak perlu dilakukan sebagai titik tolak bagi perubahan keorganisasian yang terencana (Brake:1994).Langkah dasar yang perlu diterapkan dalam hal menyelengarakan diagnosis keorganisasian, meliputi :

  1. Mengenal dan menafsirkan tentang masalah yang sedang dihadapi dan merasakan perlunya ada perubahan.
  2. Mendeterminisasikan kesiapan organisasi tersebut untuk melakukan perubahan.
  3. Mengidentifikasi segala sumber-sumber serta kemampuan manajerial untuk melakukan perubahan.
  4. Medeterminasikan strategi serta tujuan yang akan dicapai.

Kepemimpinan Perubahan

Upaya  dalam menciptakan suatu revolusi sebagai bentul perubahan organisasi  membawa perubahan yang menjadikan semua komponen dalam organisasi itu menyatu dan saling berempati untuk membawa perubahan agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai positif terhadap organisasi. Dalam merencanakan masa depan sebuah organisasi, seluruh bagian yang terlibat harus diikutsertakan agar dapat tercipta strategic awareness guna  mengetahui dengan sebaik mungkin kemana organisasi akan bergerak sehingga mampu mendampingi proses perubahan tersebut. Setiap perubahan juga sebaiknya atas dasar keinginan organisasi sebagai bentuk pelayanan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan dimana organisasi tersebut berada.

Kepala sekolah memiliki peran strategis untuk membuat perubahan di sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin dituntut memiliki alternatif solusi yang tepat untuk memperbaiki kondisi sekolah yang ada. Namun demikian, untuk melakukan perubahan memerlukan pertimbangan dan cara yang tepat. Jika seorang kepala sekolah melakukan perubahan di sekolah dengan cara yang tidak tepat, bisa menjadi sebuah masalah besar baik bagi kepala sekolah sendiri, guru, staf, dinas pendidikan dan masyarakat luas. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu memadukan konsep, prinsip dan prosedur untuk melaksanakan perubahan di sekolah, sehingga perubahan itu bisa berjalan dengan baik dan alamiah. Perubahan di sekolah diarahkan pada 3 sasaran, yakni penguatan supervisi akademik di sekolah, pengembangan kapasitas tenaga kependidikan di sekolah dan pengembangan kurikulum di sekolah.

Perubahan sering kali perlu dirancang, direkayasa dan dikelola oleh suatu kepemimpinan (Leadership) yang kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi pengembangan dengan kata lain kepemimpinan sebagai agen perubahan (Agent of Change). Di tengah gencarnya perubahan lingkungan, tanpa upaya perubahan organisasi yang tepat di bawah kepemimpinan yang kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi pengembangan, suatu organisasi akan berjalan terseok, bahkan mungkin akan mati didera kuatnya arus perubahan. Maka untuk tetap bertahan suatu organisasi harus terus berubah.

Beberapa “ penyakit “ pemimpin yang dapat mengancam perubahan organisasional, diantaranya pemimpin tidak mau mendengarkan berbagi masukan dari para kolega maupun bawahan (kritik dan saran), tidak mempraktikkan apa yang dikatakan (ada pemisah antara perkataan dan perbuatan), mengintimidasi pihak lain, mendemoralisasi pihak lain, gagal meciptakan arah, tidak mengembangkan anggotanya dan lebih pada yang lain, dan merasa puas dengan kinerja dirinya sendiri, serta memprioritaskan kelompoknya sendiri walaupun kemampuannya rendah. Penyakit-penyakit tersebut sebaiknya tidak perlu dimiliki oleh pemimpin perubahan, karena akan sangat mengganggu perjalanan perubahan itu sendiri.

Perubahan Organisasi Berencana

Paparan Materi oleh Safa Marwa (Perwakilan Kelompok 3)

Berdasarkan penjelasan materi Konsepsi Perubahan Berencana, Strategi Perubahan Berencana, dan Proses Perubahan Berencana dapat dipahami beberapa hal berikut.

Mengutip pandangan (Pasmore, 1994:3) menyatakan bahwa Perubahan menjurus pada kita harus mengubah cara dalam mengerjakan atau berfikir tentang sesuatu yang dapat menjadi mahal dan sulit Perubahan sudah merupakan fenomena global yang tidak bisa dibendung. Kurt Lewin merupakan seorang ahli yang pertama mencetuskan istilah bahwa Perubahan terencana adalah bentuk perubahan yang disengaja digerakkan dan direncanakan organisasi dengan perubahan yang berlangsung tidak disengaja. Perubahan terencana merupakan perubahan rutin, berulang-ulang, dan diprediksi dan dikendalikan. Sehingga disimpulkan Perubahan terencana sebagai aktivitas perubahan yang direncanakan dan berorientasi pada tujuan. Perubahan tersebut berasal dari keputusan strategik untuk mengubah cara organisasi mengerjakan usahanya. Contohnya adalah perubahan produk atau jasa, perubahan ukuran dan struktur organisasi, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Margulies dan Raia diperoleh beberapa karakteristik dari perubahan, meliputi :

  1. Perubahan berencana mencakup suatu keputusan yang penuh pertimbangan, bertujuan dan secara jelas dituangkan dalam suatu program yang dimaksudkan untuk memecahkan persoalan dan untuk mengadakan perubahan. Pandangan ini memberikan kata kunci: penuh pertimbangan dan bertujuan. Perubahan berencana harus mempunyai tujuan tertentu yang dirumuskan secara jelas.
  2. Perubahan berencana merefleksikan suatu proses perubahan yang dapat diterapkan dalam berbagai macam langganan. Langganan tersebut berupa manusia, baik sebagai perorangan, kelompok, organisasi ataupun masyarakat.
  3. Perubahan berencana pada umumnya selalu melibatkan penggunaan dari para ahli yang berasal dari luar. Perubahan berencana pada umumnya menggunakan teknik intervensi. Teknik intervensi tersebut dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam menggunakan teknologi tertentu sebagai alat dalam mengarahkan dan melaksanakan perubchan. Seseorang yang berperan sebagai agen pembaharu tersebut dapat berasal dari luar, atau dianggap sebagai orang luar.
  4. Perubahan berencana pada umumnya mencakup suatu strategy kolaborasi dan usaha bersama antara agen pembaharu dengan penggunanya.
  5. Perubahan berencana selalu berusaha untuk menggunakan pengetahuan dan data yang sehat dalam melakukan usaha perubahan. Perubahan berencana sesungguhnya merupakan suatu penerapan dari metoda ilmiah. Ia merupakan suatu usaha yang secara sadar menggunakan berbagai macam teori sebagai alat untuk menganalisa dan memperbaiki praktek sehari-hari atau untuk memecahkan persoalan-persoalan sosial.

Sehingga dipahami suatu perubahan berencana selalu memiliki ciri dalam terlibat secara langsung bagi para penggunanya untuk proses perubahan. Hal tersebut menunjukkan suatu perubahan berencana bukan sebagai program yang dipaksakan dari atas atau hanya  sekedar program yang dibuat oleh para ahli tanpa keinginan dan keterlibatan dari pihak yang akan terkena akibat dari perubahan itu, melainkan perubahan tersebut harus merupakan bentuk kolaborasi antara agen pembaharu dengan penggunanya. Agar mendorong perkembangan konsepsi perubahanberencana dan pelaksanaannya untuk menggunakan agen pembaharu yang diharapkan mempunyai keahlian dalam menggunakan teknik-teknik intervensi tertentu sesuai dengan informasi yang tersedia dan tujuan dari perubahan itu sendiri.

Menurut Olmosk, terdapat delapan strategi dasar yang dapat digunakan dalam melakukan usaha perubahan. Kedelapan strategi tersebut adalah:

  1. Political Strategy. Strategi ini berkembang atas dasar pemahaman mengenai struktur kekuasaan yang terdapat dalam suatu sistem sosial, seperti: perseorangan, kelompok, organisasi dan masyarakat. Prinsip dasarnya adalah dengan mengetahui struktur kekuasaan yang terdapat dalam suatu organisasi, maka seorang agen pembaharu dapat mengadakan afiliasi dengan pusat kekuasaan sehingga ia dapat melakukan berbagai usaha untuk mengadakan perubahan. Perlu dipahami bahwa pengertian struktur kekuasaan tersebut bukanlah hanya struktur kekuasaan formal atau pemahaman akan adanya pimpinan resmi, tetapi juga pemahaman akan adanya kepemimpinan informal, yaitu kemungkinan adanya seseorang atau beberapa orang yang melakukan fungsi pimpinan walaupun secara resmi tidak mempunyai kewenangan tersebut.
  2. Economic Strategy. strategi ini berkembang atas dasar asumsi bahwa bila seseorang memegang posisi pengaturan sumber-sumber ekonomis, seperti: anggaran, peralatan, pembiayaan dan sebagainya, maka orang tersebut memegang posisi kunci dalam suatu proses perubahan berencana. Dengan pemahaman tersebut, maka seorang agen pembaharu perlu mengadakan afiliasi dengan orang tersebut, sehingga dapat lebih memperlancar proses perubahan dalam suatu organisasi. Atau pemahaman tersebut dapat pula berarti bahwa suatu proses perubahan berencana harus dimulai dengan merubah orang yang memegang posisi pengaturan ekonomis tersebut.
  3. Academic Strategy. Bahwa manusia pada dasarnya adalah rasional. Hal ini berarti bahwa setiap orang dapat berubah dan atau dapat mengadakan perubahan apabila kepadanya dapat disajikan data yang dapat diterima akan sehat. Sebaliknya setiap orang dapat menjadi agen pembaharu apabila orang itu mampu menyajikan argumentasinya secara rasional. Singkatnya bila anda ingin mengadakan perubahan dengan menggunakan strategi ini, maka yakinlah orang lain dengan data yang lengkap dan informasi yang rasional.
  4. Engineering Strategy. Menurut strategi ini maka bila lingkungan seseorang berubah, maka perilaku orang tersebut juga akan berubah. Dengan perkataan lain bila anda ingin merubah perilaku seseorang, maka ubahlah lingkungan di mana orang tersebut hidup. Kalau anda mengharapkan anak buah anda untuk selalu memakai jas, maka dinginkanlah ruangan anda. Kalau anda ingin agar anak buah anda bekerja lebih giat, maka perbanyaklah pekerjaannya. Pada waktu sekarang strategi ini sudah banyak diragukan ketepatannya, mengingat manusia tidak selalu merespon rangsangan yang ia terima sebagaimana yang diharapkan oleh orang yang memberikan rangsangan.
  5. Military Strategy. Bertumpu pada suatu asumsi bahwa perubahan dapat dilakukan dengan mempergunakan kekerasan atau paksaan. Paksaan tersebut dapat berupa paksaan phisik dan dapat pula berupa ancaman yang berisikan tuntutan agar seseorang atau sekelompok orang menuruti kemauan dari orang atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan.
  6. Confrontation Strategy. Mengacu asumsi yaitu bahwa bila seseorang dapat membangkitkan amarah banyak orang untuk melihat pada suatu pokok persoalan yang terjadi di sekeliling mereka, maka suatu perubahan akan terjadi.
  7. Applied Behavioral Science Model. Para ahli menganggap bahwa model tersebut cukup kompleks, karena menuntut berbagai macam keahlian dan seni mempergunakan keahlian tersebut. Oleh sebab itu, mereka menyarankan agar dalam penggunaannya meminta bantuan dari para ahli ilmu-ilmu perilaku.
  8. Fellowship Strategy. Mengacu pada suatu asumsi bahwa untuk dapat melakukan suatu perubahan, maka perlu dikembangkan prinsip kepengikutan. Prinsip ini dapat dilakukan melalui usaha pemberian contoh, pemberian bimbingan dan sebagainya. Penting juga diperhatikan bahwa dalam prinsip ini terkandung juga suatu asumsi bahwa bila seseorang mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antara manusia dengan baik, maka orang tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam mengadakan perubahan.

Lippit, Watson dan Westley merincikan lebih lanjut mengenai Tahapan yang berlaku dalam Perubahan Berencana, sebagai berikut.

  1. The development of a need for change. Tahapan ini diperlukan dan dapat digunakan oleh segala bentuk sistem sosial, seperti perseorangan, kelompok, organisasi ataupun masyarakat. Pada umumnya, dapat dilakukan apabila orang-orang yang ada dalam sistem itu mulai merasakan keperluannya untuk mencari agen pembaharu yang dapat membantu memecahkan persoalan tersebut. Bentuk bantuan dapat hanya berupa bantuan untuk mendiagnosa persoalannya, atau merancang usaha perubahannya dan dapat pula dalam pelaksanaan perubahan itu sendiri. Tetapi yang lebih penting adalah bahwa agen pembaharu hanyalah merupakan orang yang membantu terjadinya proses perubahan. Tanggung jawab terhadap terjadinya proses tersebut sesungguhnya berada pada tangan orang-orang yang berada dalam sistem itu sendiri.
  2. The establishment of the change relationship. Dalam hal ini, pengguna dan agen pembaharu mulai mengembangkan hubungan kerja antar mereka. Dalam tahapan ini terjadi proses penjajagan mengenai sistem nilai yang dianut oleh kedua belah pihak. Juga terjadi proses saling uji mengenai metoda yang akan dipergunakan yang oleh kedua belah pihak dianggap tepat bagi terjadinya proses perubahan berencana sebagaimana yang diharapkan. Penggalian dari hasil pengamatan sementara dari agen pembaharu dan validitas hasil pengamatan tersebut, sebaiknya dapat dilakukan pada tahapan ini. Juga perlu dipersoalkan hal-hal yang berkaitan dengan tingkat keterlibatan dari kedua belah pihak.
  3. Diagnosis of the client system’s problem(s). Dalam tahapan ini, kegiatan diagnosa dari persoalan atau persoalan yang dihadapi oleh sistem yang akan mengalami perubahan tersebut. Proses diagnosa ini harus dilakukan secara teliti dan cermat, karena akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tahap-tahap berikutnya dan malahan mungkin proses perubahan berencana itu secara keseluruhan. Untuk itu maka kedua belah pihak perlu melakukannya secara bersama, baik dalam arti menetapkan data yang diperlukan, cara pengumpulannya, maupun dalam menentukan data tambahan apa yang diperlukan.
  4. Examining alternatives and goals of action. Tahapan ini dihasilkan diagnosa dirumuskan dalam bentuk kemungkinan tindakan. Strategi pelaksanaan mulai di tentukan, dan beberapa teknik intervensi mulai diteliti untuk dapat memilih teknik intervensi yang paling tepat. Dalam tahapan ini tekanan tetap diberikan pada aspek perencanaan yang sudah lebih dikaitkan dengan sumber-sumber dan waktu yang tersedia.
  5. Action implementation. Terdapat beberapa teknik intervensi yang sudah dipilih mulai diterapkan. Karena dalam pelaksanaannya pengguna tetap harus terlibat secara aktif, maka sering kali para pengguna menganggap tahapan ini sebagai tahapan yang paling berat. Selain itu, hal-hal yang praktis seperti adanya keengganan untuk berubah dari berbagai unsur yang ada dalam sistem tersebut mulai menampak nyata. Lain daripada itu, tahapan ini sudah mulai langsung berhadapan dengan persoalan nyata
  6. Generalization and stabilization of change. pada tahap ini adalah usaha untuk meyakinkan kedua belah pihak bahwa perubahan yang telah dilakukan memberikan hasil sebagaimana yang di harapkan. Hasil tersebut bersifat relatif tetap dan stabil. Perhatian tadi diperlukan karena pengalaman sering menunjukkan bahwa perubahan dan hasilnya tersebut akan menghilang kembali sesudah mengalami beberapa jangka waktu tertentu.
  7. Terminating the change agent relationship and evaluation. Tahapan terakhir adalah mengambil inti dari proses kolaborasi yang telah dilakukan secara bersama-sama dengan agen pembaharu agar dapat mempertahankan sistem yang sekarang. Sehingga para pengguna tidak terlalu tergantung pada agen pembaharu yang ada di luar sistem itu. Dengan usaha tersebut diharapkan masing-masing sistem, atau organisasi dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengadakan perubahan berencana.

Model – Model Perubahan Organisasi

Menurut Desplaces (2005) mengutip kajian yang dilakukan Poras dan Robertson’s (1992) menyatakan bahwa kebijakan perubahan yang dilakukan oleh organisasi hanya memberikan manfaat positif tidak langsung bagi organisasi sebesar 38%. Jadi, perubahan organisasi merupakan suatu proses perubahan yang terjadi di dalam ataupun di luar organisasi, pada tingkat individu/kelompok yang terjadi secara bertahap dan continue dengan tujuan untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.

MODEL ADKAR merupakan akronim dari Awareness, Knowledge, Ability, Reinforcement. Model ini dapat dijadikan alat untuk kepentingan perubahan di bidang bisnis, pemerintahan, dan organisasi pada umumnya. Model Adkar memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi mengapa perubahan tidak bekerja dan membantu Anda mengambil langkah yang diperlukan untuk membuat perubahan sukses. Anda akan dapat memecah menjadi bagian-bagian mengubah, memahami di mana perubahan itu gagal dan alamat titik dampak.

Model Perubahan Lewin dikemukakan oleh Kurt Lewin. Dia mengungkapkan perubahan sebagai modifikasi kekuatan yang menjaga kestabilan perilaku system. Secara khusus, sejumlah perilaku tertentu pada saat tertentu dan dalam rentang waktu merupakan hasil dua kelompok kekuatan yaitu kelompok yang berusaha memelihara status quo dan kelompok yang mendorong perubahan. Untuk mengubah keadaan itu, orang bisa meningkatkan kekuatan yang mendorong perubahan, mengurangi kekuatan yang mempertahankan keadaan saat ini, atau menerapkan keduanya. Lewin juga memandang proses perubahan ini terdiri atas tiga langkah yaitu unfreezing (pencairan), moving (bergerak), dan refreezing (pembekuan kembali). Tahapan ini juga diberi nama kesiapan, adopsi, dan institusionalisasi. (Kaswan, 2019)

Tahap 1 : Unfreezing, yaitu menciptakan motivasi dan kesiapan untuk berubah dengan:

  1. Menyatakan tidak benar atau kurang benar (diskonfirmasi atau kurang informasi
  2. Menciptakan rasa bersalah atau kecemasan
  3. Memberi rasa aman secara psikologis

Tahap 2: Perubahan melalui restrukturisasi kognitif, yaitu membantu individu melihat, menilai, merasakan, dan bereaksi secara berbeda yang didasarkan pada sudut pandang baru yang diperoleh dengan:

  1. Melakukan model peran baru, sebagai mentor, dan sebagainya
  2. Memindai lingkungan untuk memperoleh informasi baru yang relevan

Tahap 3: Membekukan kembali, yaitu membantu individu mengintegrasikan sudut pandang baru ke dalam:

  1. Kepribadian utuh dan konsep dirinya
  2. Hubungan yang berarti

Model riset tindakan berfokus pada perubahan yang terencana sebagai proses siklus dari penelitian awal tentang organisasi yang menyediakan informasi untuk memandu tindakan lebih lanjut. Selanjutnya, hasil tindakan itu dinilai untuk memberi informasi dalam memandu tindakan selanjutnya. Siklus riset dan tindakan yang beurlang ini melibatkan banyak kolaborasi antara anggota organisasi dan p[raktisi pengembangan organisasi. (Kaswan, 2019) Siklus ini menekankan pengumpulan data dan diagnosis sebelum perencanaam dan implementasi tindakan, juga evaluasi hasil secara cermat setelah tindakan diambil.

Model Perubahan Kotter oleh John Kotter daro Harvard Business School (Kotter, 1996, Robbins & Judge . 2013) menggunakan model tiga langkah Lewin sebagai dasar dalam menciptakan pendekatan yang lebih rinci untuk mengimplementasikan perubahan. Kotter memulainya dengan membuat daftar kesalahan umum yang dibuat manajer ketika memulai menggagas perubahan. Mereka (1) gagal menciptakan perasaan urgen mengenai perlunya perubahan, (2) gagal menciptakan kondisi untuk mengelola perubahan, (3) gagal memiliki visi untuk perubahan, (4) gagal mengkomunikasikan perubahan secara efektif, (5) gagal menyingkirkan kendala yang menghambat pencapaian visi, (6) tidak berhasil menciptakan kemenangan-kemenangan jangka pendek, (7) mendeklarasikan kemenangan terlalu dini, (8) lalai menambatkan perubahan secara kokoh dalam budaya korporat (Kotter, 1996 ; Robbins & Judge, 2013).

Model Perubahan Terus Menerus. Karena model Lewin sangat sederhana dan bersifat langsung, maka hampir semua model perubahan organisasi menggunakan pendekatan tersebut. Akan tetapi, model itu tidak bisa menangani beberapa isu penting. Oleh karena itu, muncullah model perubahan terus menerus yang memiliki pendekatan lebih kompleks dan lebih bermanfaat. Adapun model perubahan terus menerus terdiri dari: (1) Kekuatan untuk perubahan, (2) Mengenali dan mengidentifikasi maalah, (3) Proses pemecahan masalah, (4) Mengimplementasikan perubahan dan (5) Mengukur, mengevaluasi, dan mengendalikan. Pendekatan ini menganggap bahwa perubahan terencana dari sudut pandang manajemen teratas dan menunjukkan bahwa perubahan berlangsung terus menerus. Model ini memadukan konsep Lewin ke dalam fase implementasi.

Model Perubahan Positif. Model perubahan yang lain adalah model positif yang mencerminkan penyimpangan penting dari model Lewin dan proses riset tindakan. Model-model memiliki kekurangan yang berfokus pada masalah organisasi dan bagaimana hal itu bisa dipecahkan sehigga berfungsi lebih baik. Model positif berfokus pada apa yang telah dilakukan dengan baik/benar oleh organisasi. Model ini membantu para anggota memahami organisasinya ketika melakuka yang terbaik dan membangun kapabilitasnya bahkan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Pendekatan positif terhadap perubahan ii konsisten dengan gerakan yang sedang tumbuh dalam ilmu social yang disebut positive organizational scholarship yang berfokus pada dinamika positif dalam organisasi yang menyebabkan hasil yang luar biasa.

Appreciateive Inquiry. Metode Pendekatan Appreciative Inquiry Appreciative Inquiry sebagai sebuah pendekatan dalam mengembangkan perilaku organisasi merupakan metode yang mencoba menggunakan cara pengajuan pertanyaan atas kondisi sekarang dan pengalaman terbaik di masa lalu dan membayangkan imajinasi masa depan untuk mendorong hubungan positif dan membangun potensi seseorang, organisasi atau situasi saat ini. 

Pandemi menghambat Proses Belajar? Absolutely Not

sumber : https://www.talenta.co/blog/insight-talenta/pemicu-perubahan-itu-bernama-covid-19/

Rabu, 16 September 2020 merupakan hari untuk proses pembelajaran mata kuliah Manajemen Perubahan dan Pengembangan Organisasi oleh bapak Andi Wahed, S. Pd., M. Pd. Dengan penuh rasa semangat dan antusiasme mengikuti perkuliahan juga sebagai pemateri yang ingin menampilkan diri dengan topik pembelajaran “Tingkat – Tingkat Perubahan”. Metode belajar kali ini cukup unik, meskipun dilakukan secara online tapi selalu saja ada inovasi baru oleh dosen kami. Yap, presentasi dengan menggunakan audio visual lalu di upload ke youtube. Dengan begitu, tidak ada lagi alasan bahwa ‘Pandemi menghambat proses belajar’.

Setelah proses pembelajaran usai, saya akhirnya dapat menarik suatu simpulan yang terjabar sebagai berikut.

Mengacu pada pendapat (Cook, Phillip, & Robert, 2001) bahwa Perubahan adalah proses dimana kita berpindah dari kondisi yang berlaku menuju ke kondisi yang diinginkan, yang dilakukan oleh para individu, kelompok-kelompok serta organisasi-organisasi dalam hal bereaksi terhadap kekuatan-kekuatan dinamik “Internal maupun eksternal”. Berdasarkan pandangan tersebut, saya memahami bahwa perubahan merupakan suatu keharusan yang timbul akibat resistansi internal maupun eksternal. Akan tetapi, perubahan tersebut sebagai bagian dari proses perpindahan untuk menuju pada keadaan yang lebih baik.

Dalam suatu bagian tingkat – tingkat perubahan dalam organisasi, disebutkan bahwa terdapat 3 tingkatan yang dimulai dari tingkat individu, tingkat kelompok maupun tingkat organisasi. Sebagai awal, perubahan pada tingkat individual jarang menimbulkan implikasi signifikan, bagi organisasi yang bersangkutan secara total, walaupun terdapat adanya kekecualian tertentu pada saat tertentu, misalnya perubahan pada penugasan pekerjaan, dipindahkannya karyawan yang bersangkutan ke lokasi yang berbeda, atau perubahan pada kondisi kedewasaan individu yang bersangkutan, yang terjadi dengan berlangsungnya waktu. Dalam tingkat perubahan individu terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli, berupa :

  1. Teori Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restraning forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri seseorang.
  2. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
  3. Teori Fungsi Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan.
  4. Teori Sistem Sosial Menurut Teori ini, setiap perubahan di dalam suatu sistem, akan mempengaruhi bagian-bagian lain dari sistem tersebut. Misalnya, apabila seorang manajer memutuskan untuk memidahkan seorang karyawan, maka hal tersebut dapat menggangu pelaksanaan fungsi sosial kelompok kerja yang ada. (Gray, Strake)

Kemudian, ada juga beberapa poin mengenai bentuk – bentuk perubahan perilaku individu yang ada keterkaitan dengan tingkat perubahan individu, meliputi :

  1. Perubahan Alamiah (Natural Change). Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Contoh : perubahan perilaku yang disebabkan karena usia seseorang.
  2. Perubahan terencana (Planned Change). Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. contoh: perubahan perilaku seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai baginya.
  3. Mengubah orang. Dalam pengertian mengubah sikap, tingkah laku, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari pegawai. Engkoswara dan Komariah (2010:162)
  4. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to Change). Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pengembangan di dalam organisasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.

Ketika ditanyakan bahwa dari ke-4 poin bentuk perubahan perilaku individu yang disebutkan, diantaranya mana yang memiliki pengaruh dalam sebuah organisasi? Berdasarkan telaah saya, poin ke-4 “Kesediaan untuk berubah”. Mengapa demikian? sebab ketika seseorang ingin melakukan suatu perubahan, maka yang paling mendasari adalah poin tersebut. Apabila tidak mengacu pada poin tersebut, maka seseorang tidak akan melakukan suatu perubahan atau parahnya akan menolak perubahan tersebut.

Untuk poin ke-2 dalam tingkat-tingkat perubahan, yakni perubahan pada tingkat kelompok. Pada poin ini, terdapat sekumpulan orang yang membentuk kelompok dalam suatu organisasi. Namun, kelompok yang dimaksud berupa departemen-departemen, tim-tim proyek, unit-unit fungsional di dalam departemen-departemen, atau kelompok-kelompok kerja informal. Apabila lahir sebuah kebijakan baru, maka tentunya kelompok – kelompok tersebut akan memberikan beragam respon, baik pro maupun kontra sehingga mampu memengaruhi perubahan tersebut. Sesuai dengan pendapat (Gray & Frederick, 1984), bahwa pengaruh besar yang dapat ditimbulkan oleh kelompok-kelompok terhadap individu-individu, maka implementasi perubahan secarac] efektif pada tingkat kelompok seringkali dapat mengatasi tantangan pada tingkat individual.

Sebagai poin terakhir, perubahan tingkat organisasi mengalami tahap untuk melakukan perubahan sebagai proses perpindahan dari keadaan sekarang menuju pada keadaan di masa mendatang sebagai ukuran untuk meningkatkan efektivitas organisasi berupa tindakan re-organisasi struktur dan tanggung jawab organisasi yang bersangkutan, perombakan total sistem imbalan perusahaan tersebut, atau perubahan-perubahan besar dalam sasaran organisasi yang bersangkutan. Adapun faktor pendorong terjadinya perubahan dalam organisasi dikarenakan faktor internal (Kinerja anggota, Perubahan besaran anggota serta keputusan yang diterapkan atasan) dan faktor eksternal (Persaingan, Peraturan pemerintah, Perkembangan teknologi, serta Kondisi lingkungan yang menuntuk untuk dilakukan perubahan).